A. Sejarah Muncul Kerajaan Safawiah di Persia
Persia selama kurang lebih delapan abad lamanya berada di bawah kekuasaan arab dan mongol. Pada awal abad ke-16 (1501 M) orang Persia dapat mendirikan sebuah kerajaan yang beraliran syi’ah dibawah pimpinan Shekh Ismail. Bangsa safawiyah adalah penganut sekte syi’ah yang taat dari keturunan imam ketujuhnya, yaitu imam Musa al-Qazim. Pada masa kekuasaan Timur Lang orang safawi berdiam di kota Ardabil, Azerbaijan. Terdapat seseorang sufi dan ulama terkenal yaitu Sheik Safiuddin Ishak adalah kakek dari Sheikh Ismail. Berangkat dari namanya inilah dinasti ini dinamakan Syafawiah.[1]
Persia selama kurang lebih delapan abad lamanya berada di bawah kekuasaan arab dan mongol. Pada awal abad ke-16 (1501 M) orang Persia dapat mendirikan sebuah kerajaan yang beraliran syi’ah dibawah pimpinan Shekh Ismail. Bangsa safawiyah adalah penganut sekte syi’ah yang taat dari keturunan imam ketujuhnya, yaitu imam Musa al-Qazim. Pada masa kekuasaan Timur Lang orang safawi berdiam di kota Ardabil, Azerbaijan. Terdapat seseorang sufi dan ulama terkenal yaitu Sheik Safiuddin Ishak adalah kakek dari Sheikh Ismail. Berangkat dari namanya inilah dinasti ini dinamakan Syafawiah.[1]
Shah Ismail, seorang sufi yang
menyukai filsafat agama, adalah khalifah yang pertama kali dalam dunia islam
yang menerapkan Syi’ah Itsna ‘Asy’ariah sebagai ajaran resmi Negara di iran,
lanjutan dari timur yang menjadikan paham Syi’ah Shah Ismail pun dijuluki sebagai Shah-e-Syi’ah
(Raja orang-orang Syi’ah).[2]
Selama periode safawiah dipersia
persaingan antara untuk mendapatkan kekuasaan antara Turki dan Persia menjadi
realita,Namun demikian, Ismail menjumpai saingan terberat sebagai kepala batu
yaitu Sultan Turki Usmani, Salim I penyebab ketegangan antara kedua penguasa
muslim berasal dari kebencian Salim dan pengejaran terhadap seluruh umat muslim
Syi’ah yang ada di daerah kekuasaannya. Fanatisme Salim memaksanya untuk
membunuh 40.000 orang yang dicurigai dan didakwa, bahwa mereka itu telah
mengingkari ajaran sunni. Ketegangan kedua penguasa yang menjadi kenyataan
dalam perang Chalddiran,Tabriz (6 September 1514), dimana Ismail hampir
ditawan, meskipun para tentara Jenisari Turki tidak puas di daerah Iran, mereka
segera pulang ke Turki sebelum menundukan Ismail secara penuh. Namun, hasil
yang nyata ialah derah Diyar-e-Bakr dan khuzistan menjadi wilayah
kekuasaan Turki Usmani. Persia pimpinan Shah Ismail yang dibangkitkan oleh
motif-motif religius dan politik guna menjalankan perang dengan Turki, Shah
mengadakan persahabatan dengan portugis yang ada di india untuk menyerbu Turki
dan Mesir. Tetapi, kegemaran Salim untuk berperang sangat kuat tidak dapat
dihalang-halangi. Perjanjian Persia-Portugis akhirnya tidak terwujud.
Pada 1524, Shah Ismail wafat.
Wilayah kekuasaannya meliputi daerah Utara Tranxosiana sampai Teluk Persia di
wilayah selatan. Afganistan di bagian timur hingga bagian barat sungai Efrat.
Setalah Ismail wafat, puteranya yang bernama Shah Thamasp, yang berusia sepuluh
tahun diangkat sebagai raja. Pada 1554 M, ia mengadakan perjanjian damai dengan
Sulaiman Agung dari Turki Usmani. Dengan perjanian ini, seluruh Persia dikuasai
kecuali Diar-eBakr dan Kurdistan.
Shah Thamasp seorang yang pandai dan
pelukis kaligrafi. Ia menulis biografinya sendiri. Ibu kota dipindahkan ke
kazwin, kota ini dalam relatif singkat menjadi pusat pendidikan kebudayaan. Dia
menjadi penguasa yang paling lama dari kerajaan Syafawiyah.
B. Wujud dan Corak Kemajuan Kerajaan Safawi
1.
Kemajuan di Bidang Politik
Masa kemajuan Kerajaan Safawi tidak langsung
terjadi pada masa Ismail, Raja pertama (1501-1524 M) kejayaan Safawi yang
gemilang baru di capai pada masa Syah Abbas yang Agung (1587-1628 M) Raja yang
kelima. Walaupun begitu, peran Ismail sebagai pendiri Safawi sangat besar
sebagai peletak pondasi bagi kemajuan Safawi di kemudian hari. Dia telah
memberikan corak yang khas bagi Safawi dengan menetapkan Syiah sebagai mazhab
negara. Syah Ismail juga telah memberikan dua karya besar bagi negaranya, yaitu
perluasan wilayah dan penyusunan struktur pemerintahan yang unik pada masanya.[3]
Seperti di katakan sebelumnya Safawi
jaya pada masa Abbas I (1587-1628).
Syah Abbas yang Agung naik tahta pada usia 17 tahun. Ketika Abbas
memerintah kerajaan Safawi berada dalam keadaan tidak stabil. Syah Abbas
menempuh beberapa langkah untuk memperbaiki situasi tersebut, antara lain:
a) Menghilangkan dominasi pasukan
Qizilbash atas kerajaan Safawi dengan membentuk pasukan baru yang terdiri dari
bekas tawanan perang bekas orang-orang Kristen di Georgia dan Circhasia yang
sudah mulai di bawa ke Persia sejak Syah Tahmasap I (1524-1576) di beri nama “ Ghulam”.
b) “Mengadakan perjanjian damai dengan
Turki Usmani dengan cara berjanji menyerahkan wilayah Azerbaizan, Georgia dan
sebagian wilayah Luristan, dan tidak akan menghina tiga khalifah pertama dalam
Islam (Abu Bakar, Umar, Usman) dalam khutbah jum’atnya”.
Secara
politik Syah Abbas I sangat maju, karena ia mampu mewujudkan integritas wilayah
negara yang luas yang di kawal oleh suatu angkatan bersenjata yang tangguh.
Angkatan bersenjata yang di sebut “ghulam”,
dalam proses pembentukannya di katakan bahwa Syah Abbas I mendapat dukungan
dari dua orang Inggris yaitu Sir Antoni Sherly dan saudaranya Sir Rodet Sherly.
Mereka mengajari tentara Safawi untuk membuat meriam sebagai pelengkapan negara
yang modern. Kedatangan kedua orang Inggris itu oleh sebagian sejarawan di
pandang sebagai upaya strategi Inggris untuk melemahkan pengaruh Turki Usmani
di Eropa yang menjadi musuh besar Inggris saat itu. Bagaimanapun dengan bantuan
dua orang Inggris itu Syah Abbas memiliki tentara dapat diandalkan. Hal ini
terbukti sekitar 3.000 Ghulam di jadikan “Cakrabirawa” oleh Syah sendiri.
Kemajuan
lain di bidang politik yang di tunjukkan Syah Abbas, yaitu keberhasilannya
merebut kembali daerah-daerah yang pernah di rebut Turki Usmani.
2. Kemajuan di bidang Ekonomi
Dengan angkatan perang “ghulam” Syah Abbas mampu melakukan expansi pada
tahun 1598 M Abbas I menguasai Heart (Harat), Marw dan Balkh. Kemudian pada
tahun 1622 M berhasil menguasai Kepulauan Hurmuz, dan pelabuhan Gumrun.
Perkembangan
pesat di sektor perdagangan terjadi setelah Abbas I menguasai kepulauan Hurmuz
dan mengubah Pelabuhan Gumrun menjadi Bandar Abbas. Hal ini di karenakan Bandar
ini merupakan salah satu jalur dagang antara Barat dan Timur. Dengan ini,
Safawi telah memegang kunci perdagangan Internasional, khususnya di teluk
Persia yang ramai, di Utara Safawi menjalin Hubungan perdagangan dengan Rusia.
Perdagangan di darat dari sentral Asia melalui kota-kota penting di Safawi
seperti Harat, Merf, Nighafur, Tabriz, dan Baghdad. Di bidang pertanian,
Safawiyah mengalami kemajuan karena daerah Bulan Sabit yang subur (Fertile Creshen).[4]
3.
Kemajuan di Bidang Seni Arsitektur
Ibu
kota Safawi adalah kota yang sangat indah. Pembangunan besar-besaran dilakukan
Syah Abbas terhadap Ibu kotanya Isfahan.pada saat Syah Abbas I meninggal,
terdapat 162 buah Masjid, 48 buah Perguruan tinggi, 1082 Losmen yang luas untuk
penginapan tamu syah dan 237 unit pemandian umum. “Bangunan yang paling
terkenal adalah Mesjid Luthfullah yang di bangun pada 1603 M dan selesai 1618
M, merupakan sebuah Oratorium yang di sediakan sebagai tempat peribadatan
pribadi Syah. Pada sisi bagian selatan terdapat mesjid kerajaan yang mulai di
bangun pada 1611 M dan selesai pada 1629 M pada sisi bagian Barat berdiri
Istina Ali Qapu yang merupakan gedung pusat pemerintahan. Pada sisi bagian
Utara berdiri bangunan monumental yang menjadi simbol bagi gerbang menuju bazar
kerajaan dan sejumlah pertokoan, tempat pemandian, Caravansaries, mesjid dan
perguruan” Syah Abbas juga membangun Istana yang megah yang di sebut Chihil
Sutun atau Istana empat puluh tiang,sebuah jembatan besar di atas sungai Zende
Rud dan Taman Bunga Empat Penjuru.[5]
4. kemajuan di bidang Filsafat dan Sains
Pada Kerajaan Safawi Filsafat dan Sains bangkit kembali di dunia islam,
dan khususnya di kalangan orang Persia yang berminat tinggi pada perkembangan
kebudayaan. Perkembangan ini erat kaitannya dengan Aliran Syiah yang di
tetapkan Safawi sebagai ideologi resmi Negara.
Dalam
Syiah terdapat dua golongan, yakni Akbari dan Ushuli. Mereka berbeda dalam
memahami ajaran agama. Akbari cenderung berpegang teguh kepada hasil ijtihat
para mujtahit syiah yang sudah mapan. Sedangkan ushu;li mengambil langsung
vdari Al-qur’an dan Hadits, tanpa terikat kepada para mujtahid. Golongan Ushuli
inilah yang paling berperan pada masa Syafawi. Dibidang teologi mereka mendapat
dukungannya dalam mazhab Muktazilah pertemuan kedua elemen kelompok inilah yang berperan pada
terwujudnya perkembangan baru dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan di
dunia Islam yang kemudian melahirkan beberapa filosuf dan Ilmuan.
Ada
dua aliran filsafat yang berkembang pada masa Safawi yaitu “aliran filsafat
perifatetik” seperti yang dikemukakan oleh Aristoteles dan Al-farabi, dan
“aliran filsafat israqi” yang di bawa oleh Suhrawardi pada abad XII.
Beberapa
tokoh filsafat yang muncul pada masa Safawi antara lain Mir Damad alias
Muhammad Baqir Damad 1631 M yang dianggap sebagai guru ketiga setelah
Aristoteles dan Al-farabi, dan Mulla Shadra atau Shadr Al-din Al-Syirazi.
“Menurut amir Ali ia adalah seorang dialektikus yang paling cakap di zamannya”.
dan Baha Al-Syerazi seorang generalis Ilmu Pengetahuan.
“Dalam
pengembangan ilmu pengetahuan Syah Abbas sendiri ikut aktif dalam penelitian
ilmu-ilmu tersebut, Kota Qumm pada saat itu menjadi pusat pengenbangan
kebudayaan dan penyelidikan mazhab Syiah terbesar”.
C. Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi
Sepeninggal
Abbas I, kerajaan Safawi berturut-turut dipimpin oleh enam raja, yaitu Safi
Mirja (1628 - 1642 M), Abbas II (1642 – 1667 M), Sulaiman (1667 – 1694 M),
Husein (1694 – 1722 M), Tahmasap II (1722 – 1732 M) dan Abbas III (1733 – 1736
M). Pada masa raja-raja tersebut kondisi kerajaan Safawi tidak menunjukkkan
grafik naik dan berkembang, tapi justru memperlihatkan yang akhirnya membawa
kepada kehancuran. Raja Safi Mirza (cucu Abbas I) juga menjadi penyebab
kemunduran Safawi karena dia seorang raja yang lemah dan sangat kejam terhadap
pembesar-pembesar kerajaan. Di lain sisi dia juga seorang pencemburu yang
akhirnya mengakibatkan mundurnya kemajuan-kemajuan yang diperoleh pemerintahan sebelumnya (Abbas
I).
Kota
Qandahar lepas dari kekuasaan Safawi, diduduki oleh kerajaan Mughal yang ketika
itu diperintah oleh Syah Jehan, sementara Baghdad direbut oleh kerajaan Turki
Usmani. Syah Abbas II adalah raja yang suka minum-minuman keras hingga ia jatuh
sakit dan meninggal. Sebagaimana Abbas II, Sulaiman juga seorang pemabuk. Ia
bertindak kejam terhadap para pembesar yang dicurigainya. Akibatnya rakyat
bersikap masa bodoh terhadap pemerintahan. Ia diganti oleh Syah Husein yang
alim. Ia memberi kekuasaan yang besar kepada para ulama Syi’ah yang sering
memaksakan pendapat penganut aliran Sunni. Sikap ini membangkitkan kemarahan
golongan sunni Afghanistan,. Pemberontakan bangsa Afgan tersebut terjadi
pertama kali pada tahun 1709 M di bawah pimpinan Mir Vais yang berhasil merebut
wilayah Qandahar. Pemberontakan lainnya terjadi di Heart, suku Ardabil
Afghanistan berhasil merebut masyad. Mir Vais di gantikan oleh Mir Mahmud dan
ia dapat mempersatukan pasukannya dengan pasukan Ardabil, sehingga ia mampu
merebut Afghan dari kekuasaan Safawi. Karena desakan dan ancaman dari Mir
Mahmud, Syah Husein akhirnya mengakui kekuasaan Mir Mahmud dan mengangkatnya
menjadi gubernur di Qandahar dengan gelar Husein Quli Khan (budak
Husein).dengan pengakuan ini, Mir Mahmud makin leluasa bergerak sehingga tahun
1721 M, ia merebut Qirman dan tak lama kemudian ia menyerang Isfahan dan
memaksa Syah Husein menyerah tanpa syarat. Pada tahun 1722 M Syah Husein
menyerah dan Mir Mahmud memasuki kota Isfahan dengan penuh kemenangan.
Salah
seorang putra Husein yang bernama Tahmasap II, mendapat dukungan penuh dari
suku Qazar dari Rusia, memproklamasikan dirinya sebagai raja yang sah atas
Persia dengan pusat kekuasaan di kota Astarabat. Tahun 1726 M, Tahmasap II
bekerjasama dengan Nadir Khan dari suku Afshar untuk memerangi dan mengusir
bangsa Afghan yang menduduki Isfahan. Asyraf, pengganti Mir Mahmud, yang
berkuasa di Isfahan digempur dan dikalahkan oleh pasukan Nadir Khan tahun 1729
M. Asyraf sendiri terbunuh dalam peperangan itu dengan demikian Kerajaan Safawi
kembali berkuasa. Namun pada tahun 1732 M, Tahmasap II di pecat oleh Nadir Khan
dan di gantikan oleh Abbas III (anak Tahmasap II) yang ketika itu masih sangat
kecil. Empat tahun setelah itu 1736 M, Nadir Khan mengangkat dirinya sebagai
raja menggantikan Abbas III, dengan demikian berakhirlah kekuasaan Kerajan
Safawi di Persia.
Adapun
sebab-sebab kemunduran dan kehancuran Kerajaan Safawi yaitu:
1. Adanya konflik yang berkepanjangan
dengan Kerajaan Usmani berdirinya Kerajaan Safawi yang bermazhab Syiah
merupakan sebuah Ancaman Bagi Kerajaan Usmani sehingga tidak pernah ada
perdamaian antara kedua kerajaan besar ini.
2. Terjadinya dekandensi moral yang
melanda sebagian pemimpin kerajaan Safawi, yang juga ikut mempercepat proses
kehancuran kerajaan ini. Kerajaan Sulaiman pecandu narkotik dan menyenangi
kehidupan malam selama tujuh tahun tidak pernah sekalipun menempatkan diri
menangani pemerintahan, begitu pula dengan Syah Husein.
3. Pasukan Ghulam yang di bentuk Abbas
I ternyata tidak memiliki semangat perjuangan yang tinggi seperti QizilBash.
Hal ini di karenakan mereka tidak memiliki ketahanan mental kerena tidak di
persiapkan secara terlatih dan tidak memiliki bekal rohani. Kemorosotan aspek
kemiliteran ini sangat besar pengaruhnya terhadap lenyapnya ketahanan dan
pertahanan kerajaan Safawi.
4. Sering terjadinya konflik internal
dalam bentuk perebutan kekuasaan di kalangan keluarga Islam.
5. “ulama mulai meragukan otoritas Syah
yang berlangsung secara turun temurun, sebagai penanggung jawab pertama atas
ajaran Islam syiah”.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada awal
abad ke-16 (1501 M) orang Persia dapat mendirikan sebuah kerajaan yang
beraliran syi’ah dibawah pimpinan Shekh Ismail. Bangsa safawiyah adalah
penganut sekte syi’ah yang taat dari keturunan imam ketujuhnya, yaitu imam Musa
al-Qazim. Pada masa kekuasaan Timur Lang orang safawi berdiam di kota Ardabil, Azerbaijan.
Terdapat seseorang sufi dan ulama terkenal yaitu Sheik Safiuddin Ishak adalah
kakek dari Sheikh Ismail. Berangkat dari namanya inilah dinasti ini dinamakan
Syafawiah.
Kemajuan
kerajaan Safawi terjadi pada masa pemerintahan Syah Abbas I, ia berhasil
memperbaiki system politik dan perekonomian kerajaan sehingga banyak
gedung-gedung yang di bangun pada masa pemerintahan. Gedung yang di bangun oleh
Abbas I antara lain 162 unit Mesjid, 48 unit perguruan tinggi, 1082 unit Losmen
untuk tamu syah, 237 unit pemandian umum. Bangunan yang palin terkenal adalah
Mesjid Lutfullah, Istana Chihil Sutun, jembatan besar di atas sungai Zende Rud
dan Taman Bunga Empat Penjuru.
Kemunduran
Safawi terjadi karena setelah Abbas I tidak ada lagi pemimpin Safawi yang
secakap Abbas I dalam hal kepemimpinan. Dan terjadi konflik internal di dalam
Kerajaan Safawi sendiri, di tambah lagi konflik dengan Turki Usmani.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Karim .M,Sejarah Pemikiran Dan Peradaban
Islam, Yogyakarta PUSTAKA BOOK PUBLISHER, 2007.
Engneer, Asghar Ali, Asal-Usul dan Perkembangan Islam, Yogyakarta:
Insist Bekerja Sama dengan Pustaka Pelajar, 1999.
[1]
M. Abdul Karim, Sejarah
Pemikiran Dan Peradaban Islam, (Yogyakarta PUSTAKA BOOK PUBLISHER, 2007),
hlm.305
[2]
Ibid, 306
[3]
Ali Asghar Engneer, Asal-Usul dan Perkembangan Islam, (Yogyakarta:
Insist Bekerja Sama dengan Pustaka Pelajar, 1999,) hlm.15
[4]
Ali Asghar Engneer, Asal-Usul dan Perkembangan Islam, (Yogyakarta:
Insist Bekerja Sama dengan Pustaka Pelajar, 1999,) hlm.20
[5]
Ibid, hlm.23
Tidak ada komentar:
Posting Komentar